Selasa, 03 Mei 2011

CUCI OTAK


Sebagai suatu serangan ia mempunyai unsur kekerasan atau pemaksaan kehendak kepada pihak lain brain washing (cuci otak), thought control,  thought reform, ideological reform dan menticide.
Setiap ideologi atau ajaran mengklaim mempunyai otoritas kebenaran dan berusaha meyakinkan pihak luar dengan berbagai cara. Penerimaan “kebenaran” pada otak seseorang memerlukan usaha pembersihan terhadap keyakinan lama yang dianut oleh yang bersangkutan sebelum itu, ia -Misalnya seorang musuh disulap menjadi kawan atau sebaliknya atau setidaknya dia tidak memihak siapapun dari salah satu dari dua belah pihak yang sedang berkonfrontasi.
Brain-washing biasanya sangat efektif pada saat keadaan tidak normal atau tidak berimbang, misalnya pada masa konfrontasi fisik, perang, keadaan darurat atau dominasi sebuah budaya kuat terhadap  budaya lemah. Karena itu brain-washing efektif terhadap individu-individu masyarakat yang belum memiliki kepribadian yang tangguh. Adapun motif brain washing itu sendiri biasanya tak lepas dari ekonomi, politik dan kebudayaan.
Perdebatan tentang fungsi dan peranan akal di kalangan kaum muslimin itu sendiri mulai muncul kepermukaan ketika kaum muslimin harus berhadapan dengan filsafat Yunani yang membicarakan persoalan teologi dengan bukti-bukti rasional, Ahmad Amin berkesimpulan bahwa ilmu kalam mencapai kematangannya pada masa Abasyiah dan yang mengambil andil besal dalam hal ini adalah Mu’tajilah.
Berawal dari berbagai polemik yang ada, seiring waktu berjalan terciptalah “kongres orientalis” internasional yang diadakan di Kairo pada tahun 1906 M dengan judul “’La conguete du monde musulman-penaklukan terhadap dunia Islam”
Sikap dan cara yang dilakukan sudah barang tentu amat sangat merugikan ummat Islam berbagai sikap dan cara berfikir dilakukan demi mempengaruhi pola fikir kaum muslimin meskipun di banyak sisi Islam itu sendiri sedemikian banyak hal yang mereka akui.
Untuk lebih banyak memahami  permasalahan al-Ghazwu al-fikri silahkan pembaca merujuk kepada
1.       Dr. Muhammad al-Bahay “al-fikru al- Islam’i al-Mu’asir wa shilatuhu bi al Isti’mar (pemikir islam kontemporer dan hubungannya dengan penjajahan)
2.       Dr. Yusuf al-qardawi. “al-Islam wa al-Hulul al-Mustaradah (Islam dan pemecahan impor)
3.       Dr. Ali Abdul Halim dalam “al-Ghazwu al-fikri”
4.       Dr.  Hasan Muhammad hasan “wasail Muqowwamah al-Ghazwu al-Fikri (cara-cara menghadapi serangan pemikiran).
Islam dari segi ini tidak lagi diserang oleh kekuatan fisik yang dapat diperkirakan darimana datangnya, tetapi sebagai musuh dalam selimbut yang hendak menggrogoti dari dalam, dan bahkan oleh penganut Islam itu sendiri. Islam banyak dipertanyakan oelh orang yang mengaku sebagai ahlinya, dengan menunjuk kepada sejarah dan nash-nash (teks-teks) Islam sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Gugatan-gugatan tersebut tidak mudah dijawab oleh muslim awam atau ulama biasa yang hanya belajar secara tradisional.
Masyarakat muslim sering mendengar kaum Orientalis, Zionis Yahudi dan Misionaris Nashara berbicara tentang Islam dan ummat Islam, mereka menulis, melakukan penelitian, menerbitkan buku, koran, majalah, membuat drama, memproduksi video, tv, membuka kantor berita, universitas, lembaga ilmiah dll. Mereka telah berhasil membentuk sebuah pendapat umum di dunia tentang Islam dan ummat Islam dalam versi mereka. Fikiran-fikiran ‘asing’ tentang Islam dan ummat Islam bertebaran disejumlah intelektual yang kemudian jadi gagasan-gagasan yang banyak di ulas pada berbagai ivent. Penerimaan yang saling bersahutan diberbagai pelosok dan kawasan ini akhirnya terkesan bersifat International, meskipun jaringan mereka kecil, namun keberadaan mereka amat sangat strategis dan ditunjang dengan pasilitas yang memadai serta sistem yang teramat kuat.
Dikalangan Islam dikenal dengan sebutan al-Mustasriqun al-Mushifun ( para Orientalis Netral )  hasil karya mereka kerap kali dikutip penulis muslim dengan tanpa dasar ilmu keislaman yang proforsional, sehingga disengaja ataupun tidak Islam lambat laun terinfeksi dengan pemikiran-pemikiran yang tak bertanggung jawab, sebagai contoh:
1.       Goldziher, ia memang menghargai toleransi yang luas dalam Islam, tetapi penghargaannya itu terhapus oleh ketidak senangannya terhadap kerasulan Muahammad serta teologi ( ilmu tauhid) dan fiqih Islam ( hukum Islam ) yang menurutnya terlalu menekankan pada bentuk lahir.
2.       Mc. Donald, memang  dia tertarik pada konsep kesalehan dan ortodoksi Islam, namun jangan salah ketertarikannya dicemari oleh anggapannya bahwa Islam merupakan penyimpangan dari agama Kristen
3.       Snouck Hurgronje, ia mengkaji tasawuf secara mendalam yang dianggapnya sebagai bagian terpenting dari Islam. Tetapi pengkajiannya itu telah membawanya pada pemvonisan tentang ketebatasan tasawuf Islam. Sehingga perlu mendapat dorongan dari unsur luar.
Secara keIslaman sebenarnya telah ada metode pencegahan, yaitu berhati-hati pada sumber informasi yang datang:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَـٰلَةٍ۬ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Al-quran: al-Hujurat: 6

3 komentar:

  1. "Islam lambat laun terinfeksi dengan pemikiran-pemikiran yang tak bertanggung jawab", apakah ada tindakan dari pihak Islam (umat Islam) terhadap pemikiran tersebut.?

    BalasHapus
  2. tentu saja, setiap instasi akan melakukan tidakan/follow up untuk mencegah hal-hal yang memang keluar dari tatanan kebenaran itu sendiri sesuai dengan kapasitas/dan kejelian masing-masing.

    BalasHapus